Jumat, 30 Desember 2011

Di Balik Tabir Perayaan Tahun Baru [Menurut Islam]

Sret(suara sobekan kertas) lembaran kalender tinggal tersisa 1 lembar saja, penjual terompet mulai bertebaran di pinggir-pinggir jalan, Toko-toko dan pusat perbelanjaan saling bersaing dengan membandrol diskon besar-besaran khusus tahun baru, para PEMUDA-PEMUDI mulai asyik JANJIAN, bahkan MAKSIAT-pun mengiringi momen ini. Lalu, bagaimana islam memandang perayaan tahun baru ini?Berbagai acara di TV mulai gembar gembor untuk memeriahkan semaraknya tahun baru, yang seharusnya kita tidak perlu ikut begadang/ menunggu hingga Puncak kemeriahan yang terjadi pada saat perhitungan mundur menjelang pergantian tahun sebelum jarum jam menunjukkan pukul 00.00 (tahun baru) Lima… empat… tiga… dua… satu… toooeet!!![Suara TEROMPET mulai membisingkan Telinga] Atau sedang bersenang-senang, ngobrol, konvoi keliling kota, dan banyak hal yang tidak bermanfaat yang dilakukan. Padahal Rasulullah membenci ngobrol-ngobrol atau kegiatan tak berguna lainnya yang dilakukan setelah selesai shalat isya. Jika tidak ada kepentingan, Rasulullah menganjurkan untuk langsung tidur, agar dapat bangun di malam hari untuk beribadah. Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kepada kami tercelanya mengobrol sesudah shalat ‘lsya.’” (HR. Ahmad, Ibnu Majah) Islam sebagai agama yang penuh rahmah, melarang umatnya untuk bergadang tanpa manfaat. ‏ Maka orang yang begadang, menghabiskan malamnya untuk menunggu dan menikmati tahun baru, telah melanggar sabda Rasulullah SAW diatas. Dengan begadang, mereka melalaikan shalat malam, berdzikir pada Allah Ta’ala, di pagi hari pun kesiangan dan telat melaksanakan sholat shubuh. Sungguh, banyak sekali kerugian akibat dari mengikuti perayaan tahun baru ini. terompetDan telah diketahui semua orang bahwa perayaan tahun baru masehi bukanlah kebudayaan islam. Bahkan kebudayaan ini berasal dari kebudayaan non muslim. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada umatnya untuk meninggalkan dan menjauhi perayaan-perayaan terutama yang berulang pada setiap tahunnya yang berasal dari non muslim. Dalam hadits yang shahih dari Anas bin Malik ra, dia berkata, saat Rasulullah SAW datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, “Dua hari untuk apa ini ?” Mereka menjawab, “Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa Jahiliyyah.” Lantas beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya: Idul Adha dan Idul Fitri.” (HR. Abu Dawud) Dan taukah Anda, bahwa ternyata perayaan tahun baru nggak cuma sebatas ngobrol, kembang api dan terompet aja lho.
Tradisi perayaan tahun baru di beberapa negara terkait dengan ritual keagamaan atau kepercayaan mereka terhadap dewa. Contohnya di Brazil. Pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari, orang-orang Brazil berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menaburkan bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai tkita penghormatan terhadap sang dewa Lemanja—Dewa laut yang terkenal dalam legenda negara Brazil. Seperti halnya di Brazil, orang Romawi kuno pun saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Menurut sejarah, bulan Januari diambil dari nama dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang). Sedangkan menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan New Year’s Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan kekurangan pangan selama setahun penuh. Bagi orang kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi. Bagi kita, orang Islam, merayakan tahun baru Masehi, tentu saja akan semakin ikut andil dalam menghapus jejak-jejak sejarah Islam kan?? Masih ingin merayakan tahun baru?? Wallahu’alam. dikutip dari http://casthazahra.blogdetik.com/2010/12/31/di-balik-tabir-perayaan-tahun-baru-menurut-islam/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar